Buanglah Rasa Cemas

Tak usah bersedih, karena Rabb-mu berfirman, {Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu.} (QS. Al-Insyirah: 1)

Pesan ayat ini bersifat umum untuk setiap orang yang menerima  kebenaran, melihat cahaya dan menempuh hidayah. Allah juga berfirman, {Maka, apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk  (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka, kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya.}  (QS. Az-Zumar: 22)

Maka dari itu, menjadi jelas bahwa ada kebenaran yang akan  melapangkan dada dan ada kebatilan yang akan membuat hati menjadi keras.
Allah berfirman, 

{Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) Islam.}  (QS. Al-An'am: 125)
Ini menandakan bahwa Islam merupakan suatu tujuan yang hanya  dapat dicapai oleh orang yang memang dikehendaki Allah.
( Janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.}  (QS. At-Taubah: 40)

Demikian Allah berfirman. Dan kalimat seperti itu hanya akan  diucapkan oleh orang yang sangat yakin dengan pengawasan, perlindungan, kasih sayang dan pertolongan Allah {(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaikbaik Pelindung."} (QS. Ali 'Imran: 173)

Yakni, bahwa pemenuhan dan perlindungan Allah sudah sangat cukup  bagi kita.{Hai Nabi, cukuplah, cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.} (QS. Al-Anfal: 64)

Dan, siapapun yang menempuh jalan tersebut akan memperoleh kemenangan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut. {Dan, bertawakalah kamu kepada Allah Yang Maha Hidup (Kekal) Yang tidak mati.}  (QS. Al-Furqan: 58)

Yakni, selain Allah akan mati, tidak akan hidup selamanya, akan sirna dan tak abadi. Dan derajatnya pun rendah dan tidak mulia. {Bersabarlah (hai Muhammad) dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan  pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.} (QS. An-Nahl: 127-128)

Ayat ini melukiskan tentang bagaimana penyertaan khusus Allah terhadap para wali-Nya, yakni dengan cara selalu menjaga, mengawasi, membantu dan melindungi mereka sesuai dengan kadar ketakwaan dan jihad mereka. {Dan, janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.} (QS. Ali 'Imran: 139)

Maksudnya adalah ketinggian tingkat ubudiyah dan kedudukannya di sisi Allah.{Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian, mereka tidak mendapat pertolongan.} (QS. Ali 'Imran: 111)

{Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.} (QS. Al-Mujadilah: 21) 

{Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat).}  (QS. Al-Mu'min: 51)

Bentuk ketetapan pada kalimat ini merupakan janji Allah yang tidak  akan pernah diingkari dan tidak akan pernah ditunda. {Dan, aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka, Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.}  (QS. Al-Mu'min: 44-45)

{Dan, hanya kepada Allah-lah orang-orang mukmin bertawakal.}  (QS. Ali 'Imran: 122)

Janganlah bersedih! Anggap saja diri Anda tidak akan hidup kecuali  sehari saja, sehingga mengapa Anda harus bersedih dan marah pada hari ini?  Dalam sebuah atsar disebutkan: Ketika pagi tiba, janganlah menunggu sore; dan ketika sore tiba, janganlah menunggu datangnya pagi.  Artinya, hiduplah dalam batasan hari ini saja. Jangan mengingat-ingat masa lalu, dan jangan pula was-was dengan masa yang akan datang.  Seorang penyair berkata,  Yang lalu telah berlalu, dan harapan itu masih gaib dan engkau pasti punya waktu di mana engkau harus ada  Menyibukkan diri dengan mengingat masa lalu, dan meratapi kembali kegetiran-kegetiran hidup yang pernah terjadi dan telah berlalu, adalah sebuah ketololan dan kegilaan. Pepatah Cina menyebutkan: "Jangan dulu menyeberangi jembatan sebelum Anda sampai di jembatan itu." Artinya, jangan bersikap apriori terhadap kejadian-kejadian yang belum tentu terjadi, sampai Anda benar-benar mengalami dan merasakannya sendiri.

Salah seorang ulama salaf mengatakan: "Wahai anak Adam, hidupmu itu tiga hari saja: hari kemarin yang telah berlalu, hari esok yang belum datang, dan hari ini di mana Anda harus bertakwa kepada Allah!"  Bagaimana orang yang masih menanggung beban berat kesedihan masa lalu dan kecemasan terhadap masa depan dapat hidup tenang hari ini? Bagaimana mungkin orang yang selalu mengingat-ingat sesuatu yang telah lewat dan telah berlalu akan tenang dalam hidupnya hari ini? Pasalnya, pastilah waktunya akan habis untuk meratapi semua kesedihan yang telah berlalu itu. Dan pada akhirnya, semua itu sama-sama tidak ada gunanya.  Atsar yang berbunyi: Jika pagi tiba, janganlah menunggu sore; dan jika sore tiba, janganlah menunggu hingga waktu pagi, dapat pula diartikan bahwa Anda harus membatasi angan-angan Anda, menunggu ajal yang sewaktuwaktu menjemput Anda, dan selalu berbuat yang terbaik. Jangan larut dalam kecemasan-kecemasan diluar hari ini.

Kerahkan segala kemampuan untuk hari ini. Berbuadah semaksimal mungkin, dan pusatkan konsentrasi Anda untuk melakukan sesuatu dengan cara meningkatkan kualitas moral, menjagakesehatan, dan memperbaiki hubungan dengan sesama.

Dikutip Dari Buku La Tahzan Karya Fenomenal DR. Aidh Al-Qarni



0 Response to "Buanglah Rasa Cemas"

Post a Comment