Bireuen sebuah Kabupaten
yang terletak di provinsi Aceh.
Bireuen berasal dari Bahasa
Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan dan yang memberikan nama itu
juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh. Kala itu, orang Arab
yang berada di Aceh mengadakan kenduri (hajatan) di Meuligoe Bupati sekarang.
Saat itu, orang Arab pindahan dari Desa Pante Gajah, Peusangan, lalu mereka
mengadakan kenduri. Kenduri itu merupakan kebajikan saat menjamu pasukan
Belanda. Orang Arab menyebut kenduri itu Birrun. Sejak saat itulah nama Bireuen
mulai dikenal.
Bireuen dijuluki sebagai
Kota Juang, Bireuen pernah menjadi ibukota RI yang ketiga Walau hanya seminggu setelah
Yogyakarta jatuh ketangan penjajah dalam agresi kedua Belanda. Namun sayangnya
fakta sejarah itu tidak tercatat dalam sejarah Kemerdekaan RI. Sebuah benang
merah sejarah yang terputus."
Sekilas, tidak ada yang
terlalu istimewa di Pendopo Bupati Kabupaten Bireuen tersebut. Hanya sebuah
bangunan semi permanen yang berarsitektur rumah adat Aceh. Namun siapa nyana,
dibalik bangunan tua itu tersimpan sejarah perjuangan kemerdekaan RI yang tidak
boleh dilupakan begitu saja. Malah, di sana pernah menjadi tempat pengasingan
presiden Soekarno.
Kedatangan presiden pertama
RI itu ke Bireuen memang sangat fenomenal. Waktu itu, tahun 1948, Belanda
melancarkan agresi keduanya terhadap Yogyakarta. Dalam waktu sekejap ibukota RI
kedua itu jatuh dan dikuasai Belanda.
Presiden pertama Soekarno yang ketika itu
berdomisili dan mengendalikan pemerintahan di sana pun harus kalang kabut.
Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh.
Tepatnya di Bireuen, yang relatif aman. Soekarno hijrah ke Bireuen dengan
menumpang pesawat udara Dakota. Pesawat udara khusus yang dipiloti Teuku
Iskandar itu, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada
Juni 1948.
Kedatangan rombongan
presiden di sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh, atau yang
akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef,
para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak
ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan
presiden sekaligus PanglimaTertinggi Militer itu.
Malam harinya di lapangan
terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat umum) akbar. Presiden Soekarno
dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di
Keresidenan Bireuen yang membludak lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat
Bireuen sangat bangga dan berbahagia sekali dapat bertemu mukadan mendengar
langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah
menguasai kembali Sumatera Timur (Sumatera Utara) sekarang.
Selama seminggu Presiden
Soekarno berada di Bireuen aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Dia
menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein
Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan tanah Karo, di
Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan
darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta
ke dalam kekuasaan Belanda. Sayangnya catatan sejarah ini tidak pernah tersurat
dalam sejarah kemerdekaan RI.
Memang diakui atau tidak,
peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen pada khususnya dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan Republik ini tidak boleh dipandang sebelah mata.
Perjalanan sejarah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh
dipusatkan di Bireuen.Di bawah Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah
Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef berkedudukan di Bireuen.
Pendopo Bupati Bireuen sekarang adalah sebagai kantor Divisi X dan rumah
kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef. Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai
pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai
sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai “Kota Juang”.
Kemiliteran Aceh yang
sebelumnya di Kutaradja, kemudian dipusatkan di Juli Keude Dua (Sekitar tiga
kilometer jaraknya sebelah selatan Bireuen-red) di bawah Komando Panglima
Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, yang membawahi Komandemen Sumatera, Langkat
dan Tanah Karo. Dipilihnya Bireuen sebagai pusat kemiliteran Aceh, lantaran
letaknya yang sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade
serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur.
Pasukan tempur Divisi X
Komandemen Sumatera yang bermarkas di Juli Keudee Dua, Bireuen, itu silih
berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank dibawah
pimpinan Letnan Yusuf Ahmad, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Letnan
Yusuf Tank. Sekarang dia sudah Purnawirawan dan bertempat tinggal di Juli Keude
Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Menurut Yusuf Tank, waktu itu pasukan
Divisi X mempunyai puluhan unit mobil tank. Peralatan perang itu merupakan hasil
rampasantank tentara Jepang yang bermarkas di Juli Keude Dua.
Dengan tank-tank itulah
pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area pada masa agresi
Belanda pertama dan kedua tahun 1947-1948. Juli Keude Dua juga memiliki nilai
historis kemiliteran penting dalam mempertahakan Republik. Terutama di zaman
Revolusi 1945. Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht), yakni untuk mendidik
perwira-perwira yang tangguh di pusatkan di Juli Keude Dua.
Kendati usianya sudah uzur,
Yusuf Tank masih dapat mengingat berbagai semua peristiwa sukaduka
perjuangannya masa silam. Salah satu diantaranya tentang peranan Radio Rimba
Raya milik DivisiX Komandemen Sumatera yang mengudara ke seluruh dunia dalam
enam bahasa, Indonesia, Inggris, Urdu, Cina, belanda dan bahasa Arab.
Dikatakan, “Radio Rimba Raya mengudara ke seluruh dunia 20 Desember 1948 untuk
memblokade siaran propaganda Radio Hervenzent Belanda di Batavia yang yang
menyiarkan bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi. Dalam siaran bohong Radio
Belanda seluruh wilayah nusantara sudah habis dikuasai Belanda. Padahal, Aceh
masih tetap utuh dan tak pernah berhasil dikuasai Belanda.
Dengan mengudaranya Radio
Rimba Raya ke seluruh dunia, masyarakat dunia sudah mengetahui secara jelas
bahwa Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Karena itu, saat
kedatangan Presiden Soekarno ke Bireuen bula
n Juni 1948, dalam pidatonya
yang berapi-api di lapangan terbang Cot Gapu, Soekarno mengatakan, Aceh yang
tidak mampu dikuasai Belanda dijadikan sebagai Daerah Modal Republik Indonesia.
Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen, kemudian bersama Gubernur
Militer Aceh Abu Daud Beureueh berangkat ke Kutaradja (Banda Aceh). Di
Kutaradja Gubernur Milter Aceh mengundang seluruh saudagar Aceh di hotel Aceh.
Dia menyampaikan permintaan Presiden Soekarno agar rakyat Aceh menyumbang dua
pesawat terbang untuk Republik.
Sumber : http://firdyatjeh.blogspot.co.id
http://m.kaskus.co.id
0 Response to "Bireuen, Ibu Kota Indonesia yang tidak pernah tercatat sejarah"
Post a Comment