Membangun usaha atau menjalankan perusahaan sudah cukup sulit tanpa harus mengarang fakta, tapi kenapa para pimpinan terkadang percaya pada hal-hal yang tidak benar – sekalipun sebenarnya hal itu menyulitkan mereka sendiri.
Sekalipun begitu, fakta karangan merupakan ciri khas perusahaan dan politik di dalam banyak situasi.
Beberapa pekan terakhir dalam sebuah rapat pemegang saham luar biasa Bank of America, CEO Brian Moynihan meminta tambahan jabatan ‘ketua’ selain peran CEO yang dimilikinya dan ini berujung pada pertikaian keras dengan investor kelembagaan, termasuk dana pensiun yang menentang langkah itu.
Namun ini yang menarik: perusahaan yang punya CEO merangkap ketua dewan pemegang saham, tidak memberi hasil yang lebih baik atau buruk ketimbang perusahaan yang memisahkan kedua jabatan itu.
Lalu kenapa perlu berupaya sangat keras untuk meminta perubahan jabatan yang sebenarnya tak ada pengaruhnya terhadap perusahaan?
Ini cuma satu contoh saja ketika seorang pimpinan mengacak-acak situasi hingga kacau balau tanpa didukung fakta bagi tindakannya itu.
Perjalanan ke dunia karangan
Mengapa orang-orang yang tampaknya pintar dan berdaya bisa bersikap menerima hal-hal yang dikarang itu sebagai kebenaran?
Dengan alasan seperti itu, bakal calon presiden partai Republik di Amerika Serikat sama-sama mengusulkan tingkat pajak lebih rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sekalipun ada fakta dari masa jabatan Ronald Reagan, Bill Clinton dan George Bush bahwa kebijakan ini hanya menambah kesenjangan ekonomi, bukan meningkatkan pertumbuhan.
Juga untuk alasan serupa polisi seperti Francois Hollande di Prancis dan Jeremy Corbyn di Inggris dan Bernie Sanders di AS mengusulkan lebih besarnya peran pemerintah dalam masyarakat sekalipun ada bukti terjadinya kemacetan dalam pengelolaan jasa di tangan pemerintah di negara-negara tesebut seperti sekolah negeri di Prancis dan sistem kesehatan nasional (NHS) di Inggris dan perilaku perang di Amerika Serikat.
Jawabannya adalah ideologi. Ideologi adalah pandangan yang kuat tanpa ragu dan fundamental serta tak terganggu oleh bukti empiris dan dirancang untuk menentang logika.
Dalam pemerintahan, sebagaimana dalam bisnis, ideologi menghalangi adaptasi dan ketahanan.
Maka kita mengelilingi diri sendiri dengan fakta-fakta yang sebenarnya karangan belaka.
Karangan seperti ini dapat menyerang jantung dari apa yang dilakukan sebuah firma.
Kebanyakan firma hukum internasional memberi layanan hukum kepada klien dengan mengandalkan pada lulusan sekolah hukum yang berpendidikan tinggi tapi minim pengalaman, dengan mengambil keuntungan dari selisih ongkos yang mereka terima dan pembayaran yang mereka berikan sehingga menghasilkan keuntungan besar bagi para mitra firma tersebut.
Kini nilai dari “layanan” seperti itu ditentang dan firma-firma hukum top di seluruh dunia berubah, namun sebagian dari mereka masih tetap berpegang pada model bisnis yang sama.
Kenyataan sudah berubah, tapi fakta bahwa firma-firma hukum itu bersikeras untuk percaya pada model bisnis yang usang itu, masih saja ada.
Kita semua dari waktu ke waktu meyakinkan diri sendiri bahwa fantasi adalah kenyataan.
Sialnya, dalam pasar yang penuh persaingan, terdapat insentif besar bagi para pengusaha untuk menantang dunia karangan yang anda ciptakan.
Ini berlaku untuk banyak perusahaan yang hidup dalam dunia analog sepuluh atau dua puluh tahun lalu, ketika dunia digital mengubah teknologi. Misalnya Kodak dalam menghadapi kamera dan Motorola dalam menghadapi telepon genggam.
Dan benar bagi banyak perusahaan yang menanamkan miliaran dollar pada infrastruktur dan overhead sementara perusahaan rintisan berbasis internet menciptakan layanan yang lancar tanpa batas, misalnya industri taksi lewat aplikasi ponsel atau perusahaan saluran kabel.
Kembali ke kenyataan
Tak seluruhnya hilang. Kita bisa menyebut fakta karangan sebagaimana adanya.
Bahkan anggota dewan korporasi dapat bicara terus terang - terakhir saya lihat, itu merupakan bagian besar dari dskripsi pekerjaan mereka. P
Para pemimpin perlu mendukung dan tidak menghancurkan orang-orang yang berani untuk berdiri dan bicara terus terang.
Anda harus bertanya kepada diri sendiri mengapa Anda melakukan berbagai hal dengan cara seperti itu.
Mungkin ada alasan untuk melakukannya dengan cara itu bertahun-tahun lalu, tapi mengapa itu tetap demikian di tengah perubahan yang terjadi di sekitar Anda?
Sementara saya punya rasa cemas tentang "Big Data" atau penggunaan data statistik yang rinci dalam hal mempromosikan inovasi dan kreativitas, tak bisa dipungkiri kekuatan revolusi yang terjadi di pengelolaan sumber daya manusia dan tenaga penjualan di seluruh perusahaan modern.
Big Data memiliki kekuatan mengecilkan arti fakta karangan macam tadi dan sandaran sepenuhnya pada gagasan-gagasan ideologis.
Dan ingat bahwa cerita dan pendekatan emosional – yang jadi andalan para penganjur ideologi ketimbang logika untuk meyakinkan orang lain – dapat juga dipakai untuk mengatasi fakta karangan.
Menyampaikan pandangan berbeda bukan sekadar menjelaskan posisi Anda, dan jangan abaikan kekuatan pencitraan dalam menyampaikan pesan Anda.
Saya tak berilusi bahwa fantasi para pemimpin ini akan pudar ketika ditantang dengan logika, keterbukaan pikiran dan data – bahkan ketika disampaikan dengan cara paling meyakinkan.
Namun cuma itu yang kita punya.
Anda bisa membaca artikel ini dalam bahasa Inggris Why we trust made-up factsdan artikel sejenis di BBC Capital.
- Sumber : http://www.bbc.com
- : Sydney Finkelstein
- : BBC Indonesia
0 Response to "Kenapa ada yang percaya pada fakta karangan?"
Post a Comment